MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB), menggelar pertemuan penting terkait dukungan anggaran operasioanl lembaga.
Dukungan anggaran tersebut, diharapkan bisa terakomodir didalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2025 di masing-masing lembaga. Sehingga pagu anggaran memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan di dua lembaga tersebut.
“Fokus utama pertemuan ini adalah pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) agar dapat mendukung hak-hak masyarakat asli Papua secara maksimal. Dalam mengemban tugas, in, kami butuh dukungan anggaran yang memadai,” kata Ketua MRPB Judson Waprak usai menggelar pertemuan, Selasa (10/12/2024).
Alokasi anggaran operasional yang memadai bagi lembaga MRPB yang berusmber dari pos dana Otsus, adalah sebuah keniscayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang memiliki kekhusunan.
Pemerintah provinsi perlu mempertimbangkan pagu anggaran yang dialokasikan. Dirinya mengatakan, alokasi pagu yang diberikan sangat kecil di tahun anggaran 2025.
Judson menegaskan, anggaran Otsus harus dimanfaatkan secara tepat dan menyeluruh untuk mendukung program kerja lembaga, khususnya yang berorientasi pada perlindungan hak-hak adat masyarakat Papua.
“Hal-hal penting dalam program kerja lembaga perlu diprioritaskan, agar hak masyarakat asli Papua dapat diamankan. Ini yang kami datang sampaikan aspirasi, usulan ini ke DPRPB,” ujarnya.
Dalam pertemuan ini, juga dibahas perlunya melibatkan berbagai pihak, termasuk BP3OKP dan Pemprov Papua Barat, untuk memastikan alokasi dana otsus tepat guna.
MRPB menilai, pengelolaan dana Otsus tidak dapat dilakukan sepihak, melainkan harus dibicarakan bersama-sama, baik di tingkat daerah maupun pusat.
Pengurangan anggaran
Wakil Ketua MRPB, Melbianus Raimond Mandacan, mengungkapkan kekhawatirannya terkait pengurangan signifikan pagu anggaran Sekretariat MRPB pada 2025. ia mengatakan, pengurangan anggaran ini menjadi sebuah tantangan.
Pengurangan ini, sebut Melbianus, dapat menghambat upaya lembaga dalam melaksanakan tugasnya, terutama yang berkaitan dengan perlindungan hak politik dan adat orang asli Papua (OAP), perempuan dan agama.
“Pekerjaan kultur seperti pendataan orang asli Papua dan penyelesaian regulasi penting harus menjadi prioritas. Jika anggaran tidak mencukupi, sulit bagi MRPB untuk menjalankan fungsinya,” katanya.
Judson juga menyoroti pentingnya regulasi, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2004, yang harus segera diselesaikan untuk memperkuat kewenangan MRPB dalam mengawasi pengelolaan dana Otsus.
Di sisi lain, pertemuan ini menekankan pentingnya sinergi antara MRPB, DPRPB, dan Pemprov Papua Barat untuk memastikan dana Otsus tepat sasaran.
Mandacan berharap sinergi serupa juga dilakukan di tingkat pusat. Melalui asosiasi Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR di Tanah Papua, perjuangan itu mesti digelorakan demi tujuan otonomi khusus.
“Dana Otsus perlu mendapatkan pengawasan bersama, dari tingkat kabupaten hingga kampung, untuk memastikan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” tegasnya.
Dukungan politik dan harmonisasi
Judson menambahkan, bahwa kerja sama ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan politik bagi pembangunan orang asli Papua.
MRPB, sebut Judson, baru-baru ini melaksanana kunjungan kerja ke Provinsi Maluku. Ini menjadi bagian dari upaya menjalin hubungan harmonis antar rumpun Melanesia untuk mendukung pembangunan dalam bingkai NKRI.
“Jika sesama rumpun Melanesia bisa bersepakat membangun orang asli Papua, maka suku-suku lain juga diharapkan mendukung langkah ini dalam konteks otonomi khusus,” pungkasnya.
Pertemuan ini diharapkan menjadi awal yang baik dalam membangun sinergi antar lembaga guna mewujudkan masyarakat Papua yang lebih sejahtera dan pengelolaan dana Otsus yang lebih transparan. (PK-01)