MANOKWARI, Papuakita.com – Indikasi kecurangan pada sistem tender proyek pemerintah provinsi Papua Barat melalui pojka menarik ditelisik lebih dalam, bukan sekadar meminta fee proyek. Ada indikasi praktek curang lain lagi.
Ketua Komisi C DPR Papua Barat, Imanuel Yenu mengaku menerima keluhan dari pengusaha soal adanya dokumen lelang yang dibocorkan ke pengusaha tertentu yang bisa diajak berkonsiprasi untuk memenangkan tender. Tujuannya adalah menarik keuntungan dari situ.
“Banyak pengusaha diminta 3 persen dari setiap nomimal kegiatan yang dilelangkan. Ada informasi juga bahwa tidak hanya menawarkan tetapi membocorkan dokumen lelang ke orang-orang yang sudah pasti akan dimenangkan,” kata Yenu akhir pekan kemarin.
Dia menjelaskan, informasi-informasi tersebut belum dapat dibuktikan secara nyata, baik secara pribadi maupun kelembagaan. Meski demikian, kondisi tersebut pastinya merugikan para pengusaha terlebih pengusaha Papua asli.
“Pengusaha yang mengadu, adalah mereka yang tidak bisa menerima tawaran tersebut. Mereka merasa sangat dirugika. Yang menerima tetap jalan,” ujarnya.
Menurut Yenu, keluhan pengusaha menyangkut indikasi kecurangan dalam sistem tender pekerjaan telah disamapikan ke pemerintah daerah. Selanjutnya, ini menjadi tugas pemerintah daerah segera menyikapi kebenaran informasi tersebut.
“Ini juga yang menyebabkan proses lelang di provinsi Papua Barat terhambat. Proses pembangunan juga terlambat. Yang penuhi permintaan didahulukan yang tidak penuhi diabaikan. Kami harap pemerintah daerah segera membenahi sistem tender,” ujar Yenu.
Dia menegaskan, pembenahan sistem tender proyek melalui pokja tidak sekadar menyiapkan SDM yang kompeten, tetapi terpenting juga adalah memastikan SDM yang diberikan tanggung jawab ini memiliki moralitas, integritas, dan kapasitas yang bisa diandalkan. “Jadi dalam melaksanakan tugasnya itu benar-benar sesuai aturan, tidak menciderai atau membuat nama pemerintah daerah tercoreng. Sikap tegas kami sudah sampaikan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah, Sekda, Bappeda, Inspektorat,” kata Yenu.
Untuk menjamin tender proyek transparan, pengawasan dalam sistem tender proyek ini diusulkan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Selain mempersempit praktek-praktek pungli, juga sebagai perwujudan dari komitmen KPK yang mendorong semua paket pekerjaan perlu ditender secara terbuka pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dilaksanakan melalui pokja,” kata anggota badan anggaran, Ortis Fernando Sagrim.
Ortis dengan tegas meminta KPK mengusut tuntas masalah ini. “Jika direktur pencegahan KPK meminta semua proyek pekerjaan ditender secara terbuka, segera melakukan pengawasan di bidang ini. Ini sangat mempengaruhi serapan anggaran,” ujar dia.
“Kami menemukan banyak informasi yang disampaikan secara lisan, bahwa terjadi pungutan liar yang dilakukan oleh staf pegawai yang bertugas di pojka-pokja. Kelompok kerja (pokja) semua karakteristiknya sama. Siapa ada uang cepat dia yang dapat tender,” tukasnya.
Ortis membeberkan, pagu dari proyek pekerjaan itu jika sudah diketahui, maka mereka meminta sekian persen ke pengusaha baru proyek bisa dijalankan. Artinya, harus ada setoran di muka hingga finalisasi proyek. “Tidak sampai disitu saja, sebelum berita acara diserahkan oleh dinas masih ada transaksi lagi yang harus dilakukan. Kami tidak punya bukti tetapi laporan pengusaha ada. Contohnya, pembangungan puskesmas percontohan di Kabupaten Maybrat,” sebut Ortis Sagrim.
Ortis menambahkan, kondisi ini mempengaruhi daya serapan anggaran menjadi rendah. “Rendahnya serapan anggaran akan berdampak pada penumpukan SiLPA yang sangat besar di akhir tahun. Kinerja pemerintahan tidak berjalan maksimal,” tutup Ortis. (RBM/R1)