MANOKWARI, PAPUAKITA.COM – Luapan banjir Sungai Wosi kian mengacam permukiman warga yang berada di sepanjang bantaran sungai. Curah hujan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat saja bisa mengakibatkan ratusan rumah terendam luapan sungai.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Manokwari, Ronny Tamaela mengatakan, hujan yang terjadi sejak pukul 20.00-22.00 WIT, Jumat (22/2/2019), mengakibatkan sungai wosi meluap dan merendam sebanyak 133 rumah yang berada di sejumlah titik di sepanjang bantaran sungai.
“Semalam ketinggian air mencapai 3-4 meter hampir sama tinggi dengan rumah warga, sehingga rumah warga mudah dimasuki air karena talud yang dibangun tidak terlalu tinggi. Sudah ada pengerukan sedimen, tetapi namanya sungai jelas pasti ada endapan sedimen lagi,” kata Ronny, Sabtu (23/2/2019).
Meski kondisi rumahnya terendam, tetapi tidak membuat ratusan kepala keluarga yang terpapar luapan sungai Wosi mengungsi. Mereka tetap berada di rumah masing-masing sembari membersihkan sisa-sisa banjir.
“Kita tetap pantau sampai saat ini, kalau ada pengungsian kami segera lakukan tidakan berikutnya,” ujarnya.
Adapun ratusan rumah yang terpapar luapan sungai, antara lain, Kompleks Buton, Lembah Hijau tercatat ada 22 KK (kepala keluarga).
Selain itu, di depan SMA Negeri 2 tercatat ada 36 KK, Kampung Tanimbar 1 tercatat ada 21 KK, Kampung Tanimbar 2 tercatat ada 7 KK, Gang Kemayu tercatat 4 KK, dan Kompleks Maduraja tercatat sebanyak 43 KK.
“Di kompleks Buton air masuk ke rumah warga akibat talud pembatas yang dibangun jebol. Di depan SMA Negeri 2 itu karena pendangkalan sungai, ada endapan sedimen. Kondisi rumah-rumah cukup parah,” jelas Ronny.
Menurutnya, upaya pengerukan sedimen sudah dilakukan beberapa waktu lalu. Akan tetapi tidak efektif karena hanya penanganan bersifat temporer. Dan juga jebolnya talud pembatas diakibatkan derasnya debit air sehingga menghantam talud yang posisinya persis diputaran air.
Upaya penanganan banjir sungai Wosi untuk jangka panjang diwacanakan, adalah relokasi warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai. Solusi lain yang dapat dilakukan, adalah normalisasi sungai. Meski demikian, upaya ini perlu diperhitungkan secara matang.
“Kami akan mencoba diskusi soal keberadaan serta kondisi masyarakat di bantaran sungai Wosi. Mungkin bisa dipikirkan relokasi karena sungai wosi sudah sangat mengkhawatirkan, hujan 1-2 jam saja sudah bisa merendam rumah warga,” tutur Ronny.
Meski demikian, upaya relokasi masih pada tataran wacana. Dan masih akan didiskusikan dengan stakeholder lainnya. Di sisi lain, upaya meminimalisir dampak bencana banjir belum didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Misalnya, alat pendeteksi dini banjir.
“Alat pendeteksi dini banjir sudah dipasang oleh Balai Sungai di Gang Kemayu, tapi itu hanya satu init. Kami butuh dipasang lagi sekira 2 unit. Apalagi banjir di malam hari, karena indikasi banjir itu diketahui setelah air masuk baru warga lakukan evakuasi. Kalau ada alarm sudah bisa evakuasi mandiri lebih cepat,” ungkap Ronny.
Ronnny menambahkan, ratusan kepala keluarga yang terpapar luapan banjir sungai Wosi telah membersihkan rumah-rumah mereka secara mandiri.
“BPBD imbau agar tetap waspada. Karena material yang dibawa banjir itu tidak diketahui, bisa batu atau yang lain. kalau terlambat bisa bahaya. Tetap waspada bila terjadi curah hujan lebat berulang,” tutup Ronny. (RBM)