AIMAS, PAPUAKITA.com—DPR Papua Barat (DPRPB) mendukung penuh Pemerintah Kabupaten Sorong dan Teluk Bintuni, terkait usulan revisi Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua Barat Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pembagian Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas Bumi antara provinsi dengan kabupaten/kota.
Dukungan itu disampaikan saat Tim Badan Pembentukkan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRPB audiensi bersama dengan Bupati dan Wakil Bupati Sorong, serta sejumlah OPD di lingkup kabupaten Sorong, yang berlangsung di rumah dinas jabatan bupati di Aimas, Jumat (8/10/2021).
“DPRPB mendukung pemerintah daerah dalam upaya merevisi Perdasus Nomor 3 Tahun 2019. DPRPB juga akan bantu berikan pemahaman kepada masyarakat terkait alokasi dana pemberydaan. Dan terpenting ulasan perdasus ini juga tidak boleh mengesampingkan masyarakat di daerah ring satu,” kata Wakil Ketua DPRPB, Jongky R. Fonataba.
Kata Jongky, masukkan yang lahir dalam diskusi, ini baik untuk kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, perlu ada surat dari bupati untuk menguatkan upaya DPRPB dalam hal revissi perdasus.
“Surat bupati itu diperlukan untuk mem-back up DPRPB agar upaya revisi perdasus ini tidak disalahtafsirkan,” ujarnya.
Ketua Bapemperda Karel Murafer mengatakan, Karel Murafer mengatakan, masyarakat belum pahami baik soal penerimaan daerah dari sumber-sumber pendapatan yang mesti dikelola baik oleh pemerintah daerah. Salah satunya adalah dana pemberdayaan yang diatur didalam Perdasus Nomor 3 Tahun 2019.
“Perdasus ini menjadi beban bagi pemerintah daerah. Karena itu uang negara yang mesti dikelola baik dan dipertanggungjawabkan. Bupati sudah lakukan itu dengan jalankan aturan (perdasus) sudah jelas. Tetapi kasihan masyarakat apakah amana dari sisi pertanggungjawaban penggunaan dana,” ucap Murafer.
Dalam pertemuan itu, Karel menyarankan, dana pemberdayaan mesti dikelola oleh pemda dan diejawantahkan melalui kebijakan yang di-break down kepada masyarakat. Jika perlu, masyarakat pada daerah ring satu jadi catatan khusus dalam konteks pemberdayaan tersebut.
“Beban ini berat karena perdasus. Bapemperda ambil dua sikap, bahwa perdasus ini kami revisi, apapun yang terjadi kami sepakat revisi. Asalkan Bupati siap dalam waktu yang tidak lama sehingga bisa jadi acuan untuk mengatur hal-hal teknis, seperti pengelolaan dana 33 persen untuk pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.
“Dasar hukum Bapemperda DPRPB bekerja adalah surat Bupati Teluk Bintuni. Kami tinggal tunggu surat dari Bupati Sorong. Ini menjadi dasar kami untuk melakukan revisi Perdasus Nomor 3 Tahun 2019,” sambungnya.
Masukkan lain juga disampaikan sejumlah anggota DPRPB yang tergabung dalam tim Bapemperda. Adapun inti penyampaina dari para wakil rakyat ini, adalah menekankan pentingnya pengelolaan dana pemberdayaan yang dianggarkan sesuai Perdasus, itu mesti dikelola dan dapat dipertanggungjawabkan secara baik.
Dengan demikian, baik pemerintah daerah maupun masyarakat serta lembaga-lembaga yang selama ini turut mendampingi masyarakat dalam pengelolaan dan penyaluran dana pemberdayaan tersebut terhindar dari masalah hukum.
Bupati Johny Kamuru menyampaikan, bahwa salah satu klausal didalam perdasus terkait dengan 33 persen dana pemberdayaan masyarakat yang berada di daerah ring satu atau daerah eksplorasi Migas kontradiktif dengan amanat Undang Undang Otonomi khusus.
“Di dalam perdasus pemberdayaan ada pada masyarakat di ring satu. Tetapi amanat UU Otsus pemberdayaan itu harus kepada seluruh orang (asli) Papua. Kita pastikan pemberdayaan ini, salah satunya ada didalam program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Untuk itu, mohon DPRPB bisa segera merevisi perdasus tersebut,” pinta bupati.
Johny Kamuru khawatir jika perdasus belum direvisi, maka pemerintah daerah akan mengacu pada aturan lama. Di samping itu, ia mengatakan, secara hukum, perdasus berlaku sejak 2019.
“Pemda ada menerima surat dari pemerintah provinsi Papua Barat yang memerintahkan harus membayar sisa dana pemberdayaan tahun 2018. Ini juga jadi persoalan,” ujarnya.
Wakil Bupati Sorong Suka Harjono menambahkan, penyaluran program BLT kepada para penerima telah di
tetapkan didalam SK bupati. Mekanisme penyaluran dilakukan secara non tunai dan langsung lewat rekening (penerimaan).
“Pertanggungjawaban jadi mudah. Apa yang sudah ditransfer bisa dibuktikan. Tetapi mekanisme penyaluran kalau menyangkut lembaga lain masih perlu dibenahi. Karena tidak semua pemilik ulayat di daerah ring satu sepakat menerima penyaluran BLT melalui satu lembaga saja,” ujarnya.
Idealnya, lanjut Suka Harjono, penyaluran dilakukan langsung oleh pemda, kalau lewat lembaga lain mesti membutuhkan waktu panjang. Sebab dengan pengalaman yang ada, penyaluran dari tangan ke tangan akan lebih panjang.
“Kalau tepat sasaran tidak masalah. Pemberydaan itu asalkan sejahterakan masyarakat,” ujarnya lagi.
Dikatakan, terkait pemberdayaan melalui alokasi dana 33 persen, perlu ada aturan yang mengikutinya. Sebab, pemda temui kesulitan. Padahal program pemberdayaan sudah dilakukan.
“Kami sudah membangun rumah layak huni, pendidikan. Kalau implementasi ditangani oleh pihak tertentu akan timbul masalah. Kalau seperti ini, lebih baik dana pemberdayaan ini dikembalikan ke provinsi saja,” tukasnya.
Suka Harjono mencontohkan, di daerah Bojonegoro, program pemberdayaan masyarakat sepenuhnya disalurkan dan dikelola lewat perangkat desa. Pola tersebut mudah dilakukan, dikontrol, serta mudah juga dalam pertanggung jawabannya. (PK-01)