SMPN 15
Asisten I Setda Kabupaten Manokwari,Wanto dan Kepala SMPN 15, Herlina Rumfabe ketika memberikan penjelasan kepada perwakilan MUI Papua Barat dan beberapa elemen masyarakat lainnya ihwal imbauan penyeragaman pakaian seragam di lingkungan sekolah. Foto :RBM/PKT

‘Sarankan’ Murid Tak berhijab, Kepala Sekolah SMPN 15 Manokwari Disoroti

Diposting pada

MANOKWARI, Papuakita.com – Kebijakan di SMP Negeri 15 Taman Ria (dulu SMPN 21) yang menyarankan siswi beragama islam yang baru masuk agar tak mengenakan hijab mengundang sorotan tajam dari sejumlah elemen masyarakat.

Asisten I Setda Kabupaten Manokwari, Wanto mengaku mendapatkan laporan soal informasi adanya semacam imbauan untuk tidak mengenakan hijab bagi siswi yang beragama islam di sekolah tersebut.

Asisten Setda Manokwari
Asisten I Setda Kabupaten Manokwari, Wanto. Foto : RBM/PKT

“Sangat disayangkan anak-anak didik terutama perempuan yang awalnya menggunakan jilbab terus lepas, itu suatu kemunduran bagi saya,” ujar Wanto usai menggelar pertemuan terbatas dengan pihak sekolah dan dihadiri, Kepala Kesbangpol, Perwakilan MUI Provinsi Papua Barat dan beberapa elemen masyarakat, Kamis (12/7/2018)

Kata Wanto, untuk menggunakan hijab atau membiasakan seseorang berhijab bukan sesuatu hal mudah. Sebab dibutuhkan perjuangan dengan melawan hati nurani. Apakah siap atau tidak memakai hijab.

“Penggunaan hijab itu akan diikuti dengan moralitas. Saran atau semacam imbauan seperti ini di sekolah tentu membuat perserta didiknya ketar-ketir. Dengan adanya imbauan ini saya sangat sesalkan,” ujarnya.

SMPN 15

Guna meredam persoalan tersebut tidak meluas, pihak sekolah didesak segera melakukan pertemuan dengan para guru dan semua orang tua dan wali murid. Pertemuan ini untuk memastikan bahwa saran atau imbauan tak memakai hijab tidak berlaku lagi.

“Mulai 16 Juli atau masuk pertama sekolah itu sudah tidak ada lagi imbauan tidak menggunakan hijab. Pakai hijab silahkan saja, karena sekolah ini adalah sekolah negeri. Kalau sekolah yayasan atau swasta dari agama tertentu, pasti murid yang berbeda menyesuaikan. Saya harapkan dengan pertemuan ini sudah tidak ada lagi persoalan,” tegasnya.

Menurutnya, persoalan ini akan ditindaklanjuti dengan melakukan pertemuan dengan guru-guru dan wali murid yang disaksikan oleh MUI dan pihak-pihak terkait.

“Kalau ada imbauan lagi dan akhirnya anak-anak ketakutan menggunakan hijab akan saya laporkan ke atasan saya, bupati. Mari kita kawal bersama, karena ini ujung-ujungnya menyangkut kamtibmas kalau dibiarkan akan mengganggu stabilitas di kabupaten Manokwari,” tandasnya.

Adapun, Kepala SMPN 15, Herlina Rumfabe mengaku kaget dengan adanya pengaduan orang tua soal anaknya dilarang bersekolah di sekolah yang dipimpinnya. Alasannya, karena  anak yang bersangkutan berhijab. Larangan itu disampaikan salah seorang guru.

“Saya inginkan ada keseragaman di anak-anak. Tetapi kalau bilang dilarang, itu tidak. Saya biasa komunikasi dengan orang tua, orang tua menerima. Bisa, kita disini seragam, semua sama?. Anak-anak yang sekolah di sini dari kalangan ekonomi yang kurang mampu. Kami tidak langsung ultimatum bahasa seperti tadi (dilarang, red),” kata Herlina.

Herlina menyebutkan, penyeragamaan tersebut adalah sebuah ajuran. Dengan alasan, semua murid berpakaian seragam yang sama. “Dalam pikiran saya sebagai kepala sekolah itu tidak ada pikiran negatif. Di dunia pendidikan kita mau bentuk karakter anak. Karakter utama ilmu pengetahuan agama. Respon orang tua, mereka menerima dengan baik tanpa paksaan sedikit pun,” ujar dia

Herlina menjamin, persoalan ini akan dibahas dalam rapat bersama para guru dan orang tua murid. Rapat juga dilakukan setiap kali akan memulai tahun pelajaran baru.

“Guru dan orang tua, kita akan bicarakan ini karena ada aturan di sekolah yang harus diikuti anak-anak. Ketika perjalanan di sekolah anak seperti ini, orang tua sudah tahu dari awal. Memaksa anak tidak ada, saya sebagai pendidikan tidak mau seperti itu. Saya lihat anak-anak untuk ke depan,” ucapnya.

Informasi yang dihimpun media ini, persoalan serupa sudah terjadi kali keduanya. Herlina mengakui itu. Meski demikian, persoalan yang lalu bisa disikapi dengan baik antara pihak sekolah dan orang tua siswi yang bersangkutan.

“Itu terus terang terjadi. Saya minta jangan mengembangkan sesuatu hal yang tidak benar. Jangan memandang hal negatif, karena dari dunia pendidikan bisa ciptakan generasi,” tegasnya.

Terpisah, Ketua MUI Provinsi Papua Barat, Ahmad Nausrau menilai anjuran pihak sekolah adalah satu bentuk arogansi yang terjadi di dunia pendidikan. Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa/siswi untuk mengekspresikan potensi dan kemampuan yang dimiliki agar kelak menjadi generasi muda penerus bangsa yg berkarakter dan berakhlakul karimah.

“Justru berbeda dengan apa yang dilakukan kepala sekolah SMP Negeri 15 Manokwari. Dengan alasan menyeragamkan seragam sekolah bagi murid baru, maka pihak sekolah kemudian melarang siswi muslimah untuk tidak boleh memakai  hijab atau kerudung,” ungkap Ahmad yang mengaku sedang berada di Jakarta.

Dikatakan, tidak hanya berhenti disitu pihak sekolah bahkan membuat surat panggilan kepada orangtua siswi yang anaknya tetap nekat memakai kerudung dan diingatkan jika tidak melepas kerudungnya maka dipersilahkan untuk mencari sekolah lain.

“Dampak kebijakan tersebut menyebabkan banyak siswi yang terpaksa melepas kerudungnya. Hal ini kemudian dilaporkan kepada MUI (Papua Barat),” kata Ahmad.

Dikatakan, MUI dan sejumlah pimpinan Ormas Islam sudah bertemu dengan bupati Manokwari, untuk melaporkan peristiwa tersebut dengan harapan dapat ditindaklanjuti.

Penggunaan seragam sekolah telah diatur dalam Permendikbud nomor 45 tahun 2014 yang secara gamblang dan jelas mengatur bagaimana seharusnya para siswa memakai seragam termasuk hijab atau kerudung.

Ahmad menambahkan, pelarangan penggunaan kerudung di SMP Negeri 15 Manokwari melanggar UUD 1945 Pasal 29. Sebab hijab yang dikenanakan oleh wanita muslimah adalah bentuk kesadaran mereka untuk mengamalkan perintah agamanya. Oleh karena itu, siapa pun tidak berhak untuk melarangnya.

“Kejadian ini hendaknya menjadi perhatian semua stake holder di daerah ini agar memperbaiki kualitas tenaga kependidikannya agar kejadian serupa ini tidak lagi terjadi di masa yang akan datang sebab berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial serta konflik bernuansa SARA,” kata Ahmad lagi. (RBM)