MANOKWARI, Papuakita.com – Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPR PB), Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB), dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Setda Papua Barat menyepakati pembentukan Tim Afirmasi Papua Barat.
Ketua Komisi A DPR Papua Barat, Yan Anton Yoteni mengungkapkan, pembentukan tim tersebut diputuskan dalam rapat koordinasi. Tim ini bertujuan melakukan afirmasi terhadap sejumlah aspirasi yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Diantaranya, penerimaan CPNS, calon praja IPDN, dan calon anggota Polri serta TNI.
“Tim afirmasi dibentuk untuk menindaklanjuti aspirasi menyangkut penerimaan CPNS, IPDN, dan Calon Anggota Polri maupun TNI di wilayah Provinsi Papua Barat. Tahun ke tahun, kuota anak-anak (asli) Papua seperti itu saja, bahkan semakin habis. Tim akan bekerja untuk hal yang lebih banyak lagi,” kata Yan Yoteni saat dikonfirmasi wartawan usai melakukan pertemuan yang digelar secara tertutup, Kamis (26/7/2018) sore.
Kata Yan Yoteni, sejumlah pemerintah kabupaten, misalnya, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Fak-fak, Kaimana, Sorong Selatan, dan Manokwari. Khawatir dengan penerimaan CPNS secara online dan menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT).
“Sistem CAT ini tentu akan diikuti dengan passing grade (batas nilai minimal) yang tinggi pula yang justru akan menjadi masalah serius di daerah-daerah. Ini akan menjadi bom waktu, mengganggu kestabilan daerah, demo besar-besaran di BKD, DPR kabupaten/kota dan provinsi dan juga ke gubernur. Nah, rapat koordinasi ini kita ingin menyamakan upaya yang harus dilakukan sebelum hal-hal buruk terjadi,” ujarnya.
Menurut Yan Yoteni, aspirasi terkait seleksi calon praja IPDN cukup kuat disuarakan masyarakat di daerah-daerah. Pasalnya, kuota untuk anak-anak asli Papua tiap tahun hampir hilang. Ia mengatakan, hal yang sama juga terjadi dalam penerimaan calon anggota Polri maupun TNI. Selalu jadi soal dari tahun ke tahun.
“Kita juga sepakati afirmasi untuk penerimaan CPNS maupun honorer, itu 70 persen orang asli Papua dan 30 persen, untuk pendatang yang lahir dan besar di Papua. Untuk 30 persen ini harus dibuktikan dengan akta kelahiran dan ijazah serta verifikasi tertentu. Kuota-kuota ini ada di seluruh provinsi di Indonesia, maka kuota di Papua biarkanlah untuk anak-anak asli papua dan pendatang yang lahir dan besar di Papua,” ungkapnya.
Yan Yoteni mengemukakan, tim afirmasi segera menindaklanjuti aspirasi masyarakat, ini dengan melakukan pertemuan dengan Kemen PAN dan RB, Kemendagri, Kapolri, dan Panglima TNI.
“Dalam konteks otonomi khusus, itu pemerintahan daerah, itu pemerintah provinsi, DPR PB, dan MRPB. Kami sudah sepakat akan bekerja dan memonitor penerimaan CPNS ini dan lainnya. Dalam waktu dekat kita akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” ujar Yan Yoteni lagi.
Yan Yoteni menambahkan, Undang Undang Otsus pasal 27 memberikan keleluasan bagi gubernur untuk mengatur kepegawaian daerah maupun mengangkat pegawai.
“Kita yang tahu keperluan kita, ya harus diberikan kewenangan. Kita akan mendorong Perdasi tentang kepegawaian daerah, ini akan menjadi inisiasi BKD. DPR PB dan MPRB akan mendorong ke pusat agar sistem CAT tidak diterapkan di Papua Barat dan harus ada passing grade tersendiri bagi daerah otonomi khusus,” tutup Yan Yoteni. (RBM/R1)