Waspadai Banjir Besar di Kota Sorong

MANOKWARI, PAPUAKITA.COM—Pemerintah Kota Sorong perlu mewaspadai ancaman bencana banjir yang lebih besar yang mungkin bisa terjadi sewaktu-waktu. Pasalnya, ancaman itu kian nyata dirasakan oleh masyarakat saat turun hujan—banjir menggenangi permukiman—hingga jalan jalan di daerah tersebut.

Misalnya, masyarakat yang bermukim di bilangan Malanu, Kompleks Rawa Indah dan sepanjang Jalan Basuki Rahmat KM 9-12, mengalami musibah banjir yang tidak biasanya dialami sebelumnya.

Abraham Goram Gaman
Angota DPR Papua Barat, Abraham Goram Gaman. Foto : Dok. Pribadi

“Hujan yang mengguyur kota Sorong sejak Minggu (28/4/2019), bukanlah hujan deras yang berpotensi banjir seperti biasanya, namun masyarakat yang bermukim di beberapa kompleks tersebut mengalami musibah yang dapat dikatakan sangat memprihatinkan,” kata Anggota DPR Papua Barat, Abraham Goram Gaman, Selasa (30/4/2019).

Bram demikian ia disapa melanjutkan, kondisi luar biasa tersebut harus jadi perhatian wali kota dan jajarannya. Sebab ancaman bencana banjir sudah pernah disampaikan sejak 2012 silam.

Banjir Kota Sorong

Disinyalir, banjir yang sering terjadi di kota Sorong akibat menurunnya daya dukung lingkungan yang terjadi secara drastis akibat alih fungsi kawasan hutan lindung dan kawasan hutan gambut menjadi permukiman. Selain itu, pemanfaatan kawasan tidak taat pada tata ruang dan wilayah.

“Dari isi ekologi, kota Sorong berada hanya 3 meter di atas permukaan laut. Sorong rawan banjir akibat luapan-luapan sungai yang ada. Bisa terjadi banjir seperti di kota-kota besar, bahkan banjir yang lebih besar bisa terjadi,” terang mantan aktivis lingkungan ini.

“Banjir saat ini berbeda dengan banjir sebelumnya, masa hujan hanya sebentar saja dengan volume air yang tidak begitu besar, hujan sudah berhenti tapi air tidak turun-turun namun semakin naik, ini kan aneh,” sambung Bram mengulang keluhan warga.

Diketahui, kawasan hutan lindung di bilangan Kolam Buaya, Malanu telah dikonversi menjadi kawasan permukiman. Demikian juga dengan kawasan hutan gambut di daerah Basuki Rahmat. Keberadaan daerah-daerah vegetasi ini telah bersih, sehingga tidak heran jika kondisi banjir ini terus akan berulang di waktu ke depannya.

Bram menekankan, Pemkot Sorong harus melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan penataan ruang pembangunan dan lingkungan hidup dengan bijaksana, sehingga tidak sekadar memberikan ijin melakukan aktivitas pembangunan pada zona-zona penyangga tersebut.

“Perlu melakukan danau buatan sebagai zona penampung air dengan drainase yang efektif untuk dapat mengatur pengairan dengan baik. Selain itu, penangan sampah rumah tangga perlu dikelolah dengan baik pula, masyarakat diwajibkan membuang sampah pada tempatnya,” ucap Bram mengimbau.

Jika masalah ecology (lingkungan) tidak diperhatikan dengan baik, maka kota Sorong akan mengalami duka yang lebih parah pada tahun tahun ke depan. Dengan perubahan iklim yang ekstrim dan kenaikan permukaan laut yang diprediksi oleh para ahli, bahwa di 2030 Permukaan laut akan naik mencapai 3 meter.

Bram menambahkan, pemerintah diharapkan dapat melakukan AMDAL terhadap hutan lindung di Kolam Buaya Malanu—yang kini hutannya—digusur untuk pembangunan permukiman.

“Jika mengancam lingkungan dan ikut memberi dampak banjir, maka Pemkot diharapkan tidak memberikan ijin pembangunan. Jika kita tidak ingin mengalami duka dan luka bencana banjir kota Sorong pada beberapa tahun ke depan,” pungkasnya. (RBM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *