MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Agenda reses menjadi kewajiban bagi setiap anggota DPR. Dalam setahun, reses dilakukan tiga kali. Kaitannya dengan kewajiban tersebut, Anggota DPR Papua Barat (DPRPB) Fredrik Marlissa melaksanakan Reses II di Kota Sorong, asal daerah pemilihan (Dapil) dan bertemu dengan masyarakat pemilih (konstituen).
“Permasalahan yang disampaikan oleh masyarakat mengharap pada situasi pandemi Covid-19. Mereka sampaikan bahwa covid ini berdampak terhadap kehidupan ekonomi, sosial, dan kesehatan,” kata Fredrik Marlissa kepada PAPUAKITA.com, Rabu (30/7/2021).
Dampak sosial, lanjut Fredrik Marlissa, karyawan banyak yang di-PHK dari tempat kerja. Sementara, tagihan listrik, air, uang bayar kontrakkan terus berjalan.
Ia mengatakan, situasi sulit dihadapi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Dampak ekonomi, disampaikan oleh para pelaku UKM. Ada permintaan soal pemberlakukan PPKM itu merata. Sehingga pelaku UKM yang berkativitas di ruang terbuka dan ruang tertutup itu merata.
“Masyarakat keluhkan, di ruang terbuka itu pelaku UKM dikasih waktu sekian jam. Sementara di ruang tertutup tidak sama sekali. Kondisi ini berdampak sekali terhadap segi kehidupan,” ujarnya.
“Masyarakat meminta pemerintah tidak sekadar mengeluarkan aturan. Tetapi bisa mendesain aturan itu sehingga dampak PPKM akibat covid ini bisa diminimalisir,” sambung Fredrik Marlissa.
Dalam masa reses kali ini, Fredrik Marlissa berkesempatan melaksanakan reses di Distrik Malaimsimsa, dan distrik Klaurung, Kota Sorong sekaligus menyalurkan bantuan kepada pelaku UKM berupa etalase dan payung tenda, serta alat pencuci motor kepada kelompok pemuda.
“Anak-anak muda yang di-PHK dan memiliki semangat kerja, kita dorong mereka tetap bisa berproduktivitas dengan memberikan bantuan alat pencuci motor. Diharapkan bisa membuka lapangan kerja baru dan semangat tetap bisa survive di tengah pandemi Covid-19,” tutur kader PDI Perjuangan ini.
Fredrik Marlissa menambahkan, dapat kegiatan vaksinasi di kota Sorong belum maksimal. Kondisi itu tidak lepas dari kontribusi informasi hoaks yang menyebar lewat media sosial dengan cukup masif. Sehingga menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan di tengah masyarakat.
“Kekhawatiran itu sejalan dengan rencana pembelajaran tatap muka. Masyarakat berharap kegiatan belajar tersebut bisa direalisasi setelah program vaksinasi mencapai 70-80 persen. Dampak yang ditakuti itu bukan pada saat anak-anak menuju sekolah. Tetapi selepas dari pulang sekolah, anak-anak bisa membawa covid ke rumah,” pungkasnya. (ARF)