MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Wakil Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat Dominggus Urbon mengatakan, strategi pembenahan implementasi Otonomi Khusus (Otsus) periodesasi 2021-2041 berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua kian komplek.
Pemerintah akan diperhadapan dengan beragam persoalan. Ia mengatakan, jika strategi yang dipakai pemerintah kurang jitu, maka opini “otsus gagal” dan lahir kesimpulan Papua harus merdeka, menjadi suatu hal yang berbahaya.
“Kita lihat, Papua diberikan otsus dalam konteks adat dan budaya. Aceh diberikan Otsus dalam konteks agama, jadi adat harus kita angkat. Nah, adat yang harus diangkat yakni membangun SDM orang asli Papua (OAP) terutama difokuskan pada generasi muda Papua,” ucap Urbon, Rabu (20/4/2022)
Generasi muda Papua inilah yang akan mengambil alih implementasi otsus setelah berjalan pada 2021-2041. Jika generasi muda ini tidak dikondisikan secara strategis atau sebagai operator dalam implementasi otsus, maka akan dikhawatirkan kebijakan Otsus melalui UU nomor 2 tahun 2021 akan gagal dan akan menimbulkan implikasi politik yang sangat dalam terkait disintergrasi.
“Bagaimana pun orang asli Papua lahir dengan adat, sampai kiamat pun tetap dengan adat. Kalau UU Otsus sampai 2041 selesai implementasinya ke adat atau tidak, ini menjadi persoalan,” ujarnya.
Di sisi lain, orang asli Papua berhadapan dengan tantangan megatrend globalisasi, investasi, industrialisasi, eksploitasi, politisasi. Menjadi pertanyaan adalah soal bagaimana pemerintah mempersiapkan generasi muda Papua ke depan supaya mereka bisa bangkit, berdaya dan tidak ada lagi ketergantungan serta mereka tidak tersisi dalam konteks pelaksanaan otonomi khusus.
Urbon menyarankan, dalam implementasi otsus saat ini lebih mendekatkan diri, membangun sinergitas, kerja sama dengan masyarakat adat, lembaga adat. Sebab Otsus bagi tanah Papua diberikan atas konteks adat.
“Hak anggaran masyarakat adat harus ditetapkan melalui regulasi atau peraturan-peraturan dan bagimana sumber daya alam merupakan hak masyarakat harus kita sosialisasikan dengan baik. Menyiapkan lembaganya sebagai bagian dari instrumen implementasi otsus secara keseluruhan dapat berjalan baik,” papar Urbon.
Urbon melanjutkan, porsi masyarakat adat dalam implementasi otsus belum ada porsi adat selama ini. Ia mengaku, baru dibicarakan terkait dengan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. Tetapi DBH migas ini diatur sebatas Peraturan Gubernur (Pergub). Regulasi ikutannya di tingkat kabupaten dan kota belum dituntaskan.
Permasalahan lain, sebut Urbon diperhadapkan dengan kebijakan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). Pemekaran dilakukan guna percepatan pelayanan pemerintah untuk mencapai kesejahteraan. Tetapi, analoginya tidak selalu begitu karena berkait juga dengan sumber daya dan kemampuan negara dan faktor lainnya.
Di antaranya soal mendorong peningkatan kapasitas dan akuntabilitas birokrat di tanah Papua sebagai implementator Otsus. Birokrat harus ditingkatkan agar akuntabilitasnya baik secara moral dan lainnya.
“Kita punya resep itu otsus. Tetapi kita laksanakan dengan resep umum dari aspek perencanaan saja sudah gagal. Kalau kita tidak siapkan pemuda dalam orientasi otsus, maka pemuda berjalan dengan orientasi umum ke depannya,” pungkasnya. (PK-01)