MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Rencana proyek pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Manokwari dan Pulau Mansinam terus menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Proyek yang digadang-gadangkan akan menjadi icon Manokwari, itu menuai pro kontra.
Anggota Pokja Adat MRPB, Anton Rumbruren mengatakan, penataan pulau Mansinam sebagai kawasan religi melalui sebuah regulasi jauh lebih penting ketimbang mendahulukan pembangunan jembatan penghubung tersebut.
“Kita berbicara tentang jalan penghubung atau jembatan Manokwari-Mansinam, yang harus diutamakan adalah penataan pulau Mansinam. Mewakili masyarakat adat di wilayah Manokwari mengharapkan ada regulasi tentang perlindungan situs religi Mansinam,” kata Anton Rumbruren, Rabu (12/2/2020).
Menjadi kawasan khusus—dan kawasan wisata religi—pulau Mansinam dirasakan perlu ditata dengan sebuah regulasi. Sehingga akses publik maupun investasi yang mengarah ke wilayah tersebut harus memberi dampak manfaat dalam mengangkat perekonomian masyarakat.
“Kalau jembatan masyarakat tidak akan rasakan manfaatnya. Pemerintah kabupaten Manokwari, pemerintah provinsi Papua Barat, serta masyarakat adat di pulau Mansinam harus terlibat secara bersama membicarakan persoalan jembatan ini,” ujarnya.
“Dampak positifnya seperti apa? Dan paling penting juga perlu dipikirkan dampat negatif dari kehadiran jembatan penghubung ini ke depan seperti apa,” sambung Anton Rumbruren.
Anton Rumbruren menambahkan, kepentingan menyuarakan aspirasi masyarakat adat di Manokwari khususnya masyarakat adat Doreri adalah kewajiban dirinya sebagai representasi masyarakat yang duduk di lembaga kultur (MRPB).
“Saya merasa punya kepentingan dan hak untuk ikut terlibat aktif dalam dialog maupun pertemuan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Karena saya berkewajiban menyambung aspirasi masyarakat adat, karena saya dipilih oleh mereka,” pungkasnya. (ARF)