MANOKWARI, PAPUAKITA.com—Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada “Tanah Air Indonesia”, “Bangsa Indonesia”, dan “Bahasa Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap “perkumpulan kebangsaan Indonesia”.
Demikian diutarakan Ketua DPD Gerakan Rakyat Cinta (Gercin) Papua Barat, Napoleon Fakdawer. Ia mengatakan, momentum sumpah pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober, merupakan hari yang bersejarah bagi anak muda.
“Kebebasan anak muda berkreasi, mengeluarkan pendapat, dan melakukan segala hal dengan kebebasan telah mereka perjuangkan. Kaum muda memberanikan diri untuk bersumpah demi mewujudkan jiwa muda yang nasionalis. Gelorakan sumpah pemuda, bangkitkan semangat Papua dalam NKRI,” kata Napoleon, Selasa (27/10/2020).
Napolen melanjutkan, ikrar sumpah pemuda yang diucapkan, “Kami putra putri Indonesia bertumpah darah satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Adalah autokritik bagi pemuda di rea milineal.
“Lantas bagaimana para pemuda era millenial mengapresiasi perjuangan kaum muda dengan soempah pemoedanya? Masih pantaskah kaum muda di era millenial meneriakkan “Jatuhkan NKRI??? Semangat juang kaum muda yang ingin melepaskan negara Indonesia dari jajahan kolonial merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan,” tuturnya.
“Mungkinkah kita sebagai anak muda era millenial mengkhianati sumpah pemuda dengan mencoba menghancurkan NKRI menjadi negara di luar Indonesia. Sebuah bentuk negara yang bukan cita-cita utama bangsa Indonesia,” sambung Napoleon.
Dalam hal semacam ini, lanjut Napoleon, seorang pemuda tidak seharusnya mengikuti alur yang sejatinya hanya ingin memecah-belah kesatuan negara Indonesia yang sudah 74 tahun menerima kemerdekaan.
Dikatakan, tugas utama pemuda di era millenial ini tidak lagi melakukan soempah pemoeda seperti dahulu, namun menjaga dan merawat NKRI agar tetap menjadi negara kesatuan adalah wujud soempah pemoeda yang sesungguhnya.
“Hidup di negara Indonesia yang majemuk, menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi rasa toleransi. Tugas pemuda kemudian adalah tidak mengubah kultur masyarakat Indonesia. Tantangan kaum muda di era millenial tidak lagi melawan para kolonial seperti zaman sebelum kemerdekaan
Serangan-serangan hoaks di media sosial yang semakin hari semakin menyeret kaum muda untuk lari jauh dari pusat kebenaran, baik dalam hal agama, kewarganegaraan dan masih banyak lainnya,” ujar Napoleon.
Era digital, membuat kaum muda sangatlah dekat atau bisa dikatakan. Sebab kaum milineal ini tidak bisa hidup tanpa media. Sehingga menjadi sebuah perkerjaan primer bagi kaum muda mengikuti trend yang dimunculkan oleh media.
“Dalam hal ini bukan berarti hanya kaum muda yang sering termakan hoakks, namun kaum muda merupakan tonggak awal dalam membasmi sedikit demi sedikit informasi hoaks yang semakin merajalela di Indonesia. Kaum muda harus menjadi pelopor perdamaian dan persatuan di Indonesia sebagai upaya menjaga semangat soempah pemoeda,” tutupnya.
Implementasi otsus
Di sisi lain, Gercin Papua Barat, Napoleon menegaskan, perbedaan pendapat di alam demokrasi terkait mendukung dan menolak Otonomi khusus adalah hal yang wajar.
Meski demikian, disadari bahwa implementasi otsus masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dan diboboti. Agar otsus benar-benar memberikan makna dan dampak besar demi kesejahteraan OAP (Orang Asli Papua), baik dibidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, dan perekonomian.
“Keberlangsungan otsus di tanah Papua dapat dilanjutkan dengan melengkapi kekurangan-kekurangan yang selama ini masih menjadi cela. Implementasikan otsus secara konsekuen. Buktikan otsus adalah bentuk komitmen pemerintah terhadap masyarakat di Tanah Papua. Otsus harus memberikan kontribusi pembangunan nyata bagi OAP,” tambah Napoleon. (ARF)