MANOKWARI, Papuakita.com – Anggota DPRD Kabupaten Maybrat, Maximus Air, SE., MM mengatakan, demo yang dilakukan masyarakat (Ayamaru dan Aitinyo) di Ayamaru dan Manokwari, wujud ketidakpuasan terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri.
Pada 28 Mei 2018 di Jakarta, Mendagri Tjahjo Kumolo memutuskan letak ibu kota Kabupaten Maybrat dipindahkan dari Ayamaru ke Kmurkek. Keputusan ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat Maybrat.

“Demo itu murni terkait letak ibu kota kabupaten Maybrat,” Maximus Air melalui siaran pers yang diterima PKT (papuakita.com), Jumat (8/6/2018).
“Apalagi keputusan dalam ranah politik dan hukum pasti ada yang terima dan tidak terima. Sebagian dari masyarakat Maybrat yang merasa keputusan itu tidak sesuai dengan keinginan mereka untuk memindahkan ibu kota dari Ayamaru yang sudah berjalan selama 8 sampai 9 bulan tetapi tidak memiliki dasar hukum yang jelas,” katanya.
Kata Maximus, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 66 tahun 2013 tetap dihormati. Dia mengungkapkan, masyarakat perlu mengetahui keputusan tersebut sampai saat ini belum ada petunjuk pelaksanan sebagai tindak lanjutnya .
“Keputusan Mahkama Konstitusi Nomor 66 dan Nomor 18 sama-sama memiliki satus quo. Belum ada peraturan pemerintah (PP) yang mengatur keputusan MK Nomor 66 tahun 2013,”ujarnya.
“Perlu juga diketahui bahwa pasal 7 Undang Undang Nomor 13 tahun 2009 itu belum dibatalkan. Selanjutnya, diganti dengan pasal berapa tentang status kedudukan ibu kota kabupaten Maybrat,” tanya Maximus.
Ditambahkan politikus parta gerindra ini, letak ibu kota kabupaten Maybrat secara fisik tetap masih berada di Kumurkek berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2009. (MKD)